Monday, January 2, 2012

Fenomena Mudik


Fenomena-fenomena yang terjadi diantaranya,
1.      ARUS URBANISASI
Pertama, fenomena lengangnya kota-kota besar dan ramainya desa-desa. Ini menunjukkan, beban berat kota besar di Indonesia khususnya Jakarta sebagai pusat ibu kota, selama ini disebabkan oleh menumpuknya jutaan manusia di sana. Mengapa tradisi mudik lebaran menjadi sangat fenomenal di negeri ini? Ini terkait dengan politik pembangunan.
Mudik terjadi karena terpusatnya kegiatan kehidupan di kota dan melemahnya fungsi kehidupan di desa. Fungsi-fungsi kota di daerah tidak diberdayakan secara optimal sehingga orang memilih memburu kehidupan dan mencari pekerjaan di kota-kota besar. Padahal kota besar seperti Jakarta belum tentu menjanjikan dan tak seindah yang mereka bayangkan. Betapa kehidupan metropolitan sangat keras dan kejam bagi mereka yang tak memiliki keahlian dan keterampilan.
Kesuksesan merupakan bayang-bayang mudik yang paling pekat. Tidak heran, mereka yang tidak pulang mudik disinyalir tidak diperbolehkan cuti karena cuma kuli, gagal menuai kehidupan di kota, atau sudah terseret narkoba.
Arus urbanisasi ini meningkatkan angka kemiskinan yang signifikan. Bisa terlihat, dari tahun ke tahun, Jakarta dipenuhi sesak oleh pendatang baru yang berdatangan mengadu nasib untuk meraih kehidupan yang lebih baik. Kenyataannya, justru sebaliknya mereka kebanyakan terlunta-lunta di jalanan menjadi tunawisma dan pengemis.
Arus urbanisasi musiman ini terjadi karena masih mengakarnya paradigma pembangunanisme (developmentalism) yang sentralistik. Suatu paradigma yang memaksa banyak orang desa hijrah ke Jakarta, Bandung, Surabaya, dan kota-kota besar lainnya setiap tahun.
Hal ini kemudian membawa konsekuensi berupa kesenjangan visual yang mencolok : antara sebagian besar kekayaan yang dinikmati segelintir warga dan deret kemiskinan di sekitarnya. Tata ruang kota kerap memperlihatkan lingkungan yang timpang ini. Parade permukiman mewah pada satu sisi. Pada sisi lain, rumah-rumah kardus atau tripleks berjejeran di sembarang tempat.
Arus urbanisasi yang melaju cepat ini, kita tak boleh menyalahkan sepenuhnya pada orang desa yang datang ke kota. Coba kita lihat lebih dekat, apa sebenarnya yang membuat mereka mencari pekerjaan di kota besar? Pemerataan pembangunan adalah salah satu sebabnya. Tidak meratanya pembangunan infrastruktur yang ada membuat orang mencari tempat hidup yang lebih baik.
Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan menyatakan kepada wartawan Galamedia di Bandung Sabtu (4/10) bahwa upaya penekanan arus urbanisasi yang biasa terjadi pasca-Lebaran harus dimulai dari desa. Bila pembangunan desa sangat baik sehingga fasilitas pun memadai, maka diharapkan masyarakat desa tidak ingin berpindah ke kota.
Mudik juga berfungsi sebagai jaringan informasi tentang lowongan atau kesempatan kerja di kota besar meskipun hal ini menyebabkan masalah. Penduduk di kota besar bertambah setiap tahunnya ketika para pemudik kembali ke kota dengan membawa saudara atau kerabatnya ke kota. Cerita tentang kesuksesan hidup di kota membuat saudara, anggota keluarga, dan bahkan teman terpengaruh untuk meninggalkan keluarga dan desanya dan mengadu nasib di kota besar, dengan harapan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Fenomena urbanisasi membuat desa-desa kehabisan tenaga produktifnya yang berakibat pada lingkaran kemiskinan dan desa pun semakin jauh dari kemajuan. Namun masih saja ada pada arus balik pendatang yang berdatangan untuk mencari pekerjaan.
Meningkatkan proses urbanisasi tersebut tidak terlepas dari kebijaksanaan pembangunan perkotaaan, khususnya pembangunan ekonomi yang dikembangkan oleh pemerintah sebagaimana diketahui peningkatan jumlah penduduk akan berkorelasi positif dengan meningkatnya urbanisasi di suatu wilayah. Ada kecenderungan bahwa aktifitas perekonomian akan terpusat pada suatu area yang memiliki konsentrasi penduduk yang cukup tinggi.
Hubungan positif antara konsentrasi penduduk dengan aktivitas kegiatan ekonomi ini akan menyebabakan makin membesarnya area konsentrasi penduduk, sehingga menimbulkan apa yang dikenal dengan nama daerah perkotaan.
Para pelaku ekonomi cenderung melakukan investasi di daerah yang telah memiliki konsentrasi penduduk yang tinggi serta memiliki sarana dan prasarana tang lengkap. Karena dengan demikian mereka dapat menghemat berbagai biaya antara lain biaya distribusi barabg dan jasa.
Sebaliknya, perubahan akan cenderung datang kepada pusat kegiatan ekonomi karena di tempat itulah mereka akan mudah memperoleh kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan. Dengan demikian, urbanisasi merupakan suatu proses perubahan yang wajar dalam upaya meningkatkan kesejahteraan penduduk atau masyarakat.
Kembali ke fenomena mudik. Arus urbanisasi sebenarnya salah satu penyebab terjadinya mudik. Jika pemerataan pembangunan yang dikelola oleh pemerintah bisa optimal hingga ke daerah-daerah dan desa-desa terpencil. Kemungkinan jumlah pemudik akan menurun dan stabil sehingga tidak akan menimbulkan kemacetan dan risiko kecelakaan dapat diantisipasi. Serta sektor ekonomi akan menunjukkan stabilitas yang cukup baik.

2.      MANAJEMEN TRANSPORTASI YANG SEMRAWUT
Kedua, fenomena manajemen transportasi yang semrawut serta kurang optimalnya infrastruktur transportasi yang ada. Baik di darat, laut, maupun udara. Ataupun masalah jalur mudik yang dilalui, jalanan macet, dan armada yang tak mencukupi. Jumlah pemudik dan armada yang ada cenderung tidak seimbang. Kenyamanan pemudik di perjalanan masih menjadi sesuatu yang mahal dan sulit dimiliki karena berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal.
Faktor internal berkaitan dengan kondisi pemudik. Lihat saja, kenyamanan pemudik hanya dapat dirasakan bagi mereka yang berduit dan membeli tiket eksekutif, sedangkan orang-orang menengah ke bawah yang membeli tiket ekonomi kenyamanan mereka masih jauh dari harapan. Faktor internal yang lain ialah hasrat pemudik yang ingin cepat-cepat sampai tempat tujuan tanpa memperhatikan lagi keselamatan diri. Itulah sebabnya mengapa korban-korban kecelakaan terus berjatuhan dalam arus mudik dan balik.
Sedangkan faktor eksternalnya antara lain minimnya armada kendaraan yang nyaman bagi pemudik. Kenyamanan itu harus dibeli dengan mahal dan mewah. Sementara warga kelas ekonomi pas-pasan berjuang keras mendapatkan keamanan dan kenyamanan. Bahkan tak jarang mereka tak peduli kenyamanan dan keselamatan diri ‘asalkan bisa terangkut’ sampai tujuan.
Salah satu contohnya adalah angkutan KA kelas Ekonomi yang namanya Sapu Jagat, yaitu kereta penyapu ketika kereta-kereta lain sudah tidak muat lagi untuk penumpang. Istilah lainnya kereta penghabisan. Harga tiketnya memang murah meriah, tapi perjuangannya untuk mendapatkannya pun tak mudah. Seperti yang dialami oleh Nuryati (50) dan Tuminah (27) yang pingsan karena terjepit di tengah desakan penumpang yang membludak. Perjuangan tak kalah keras juga dilakukan para penumpang KA Ekonomi Kahuripan tujuan Kediri dari Bandung, dan Kutoarjo Selatan. Bayangkan mereka sudah menunggu sejak pagi pukul 09.00, namun keretanya baru berangkat dari Stasiun Kiaracondong pukul 20.00 dan pukul 21.00.12 Meski mendapat tempat duduk tetap harus berdesakan. Mereka rela duduk berhimpitan hingga bermandikan keringat. Kondisi memprihatinkan ini terjadi hamper saban tahun. Walaupun menderita, tapi untuk kaum pas-pasan, kenyataan ini harus tetap mereka jalani dengan semua pengorbanan dan rendah hati khas sikap rakyat jelata. Demi Idul Fitri berkumpul bersama keluarga dan sanak saudara, mereka berjuang dengan sangat keras. Namun pemerintah masih bertindak diskriminatif terhadap kaum miskin dan kaum kaya dalam pelayanan masyarakatnya.
·         Kecelakaan Arus Mudik
Kecelakaan pada arus mudik Lebaran 2011 pun makin meningkat, Posko Angkutan Lebaran Terpadu Kementerian Perhubungan mengungkapkan, jumlah kecelakaan lalulintas selama mudik 2011 meningkat sekitar 198 persen dengan kerugian materiil mencapai lebih dari Rp7,5 miliar.
Pengawas Harian Posko Terpadu Kemenhub, Bambang Tjahjono, mengungkapkan bahwa total kejadian kecelakaan sebesar 2.217, dengan 345 orang meninggal dunia.
Berdasarkan data Korps Lalu Lintas Markas Besar Polri, kecelakaan lalu lintas di seluruh Polda pada 2011 menyebabkan kerugian senilai Rp7.543.914.700. Padahal, pada 2010 hanya Rp2.350.207.500. Terjadi kenaikan sekitar 220 persen.
Kerugian materil terbesar terjadi pada H-4 Lebaran yang mencapai hampir Rp2 miliar. Sedangkan pada 2010, terjadi pada H-6 dengan kerugian sebesar Rp646 juta.
Sementara itu, berdasarkan data kecelakaan tahun lalu, jumlah kecelakaan tercatat sebanyak 743 kejadian dengan luka ringan 381 orang, luka berat 198 orang, dan korban tewas mencapai 144 orang.
Jika dibandingkan hingga H-2 pada 2011, ada peningkatan yaitu menjadi 2.217 kejadian kecelakaan dengan luka ringan 1.385 orang, luka berat 564 jiwa, dan korban meninggal 345 orang.
Membandingkan data tahun lalu dan tahun ini, terjadi peningkatan jumlah kecelakaan yang sangat besar, yaitu 198 persen. Sedangkan jumlah yang luka ringan meningkat sebesar 264 persen, jumlah korban luka berat meningkat 185 persen, dan korban meninggal dunia jumlahnya naik 140 persen dibanding tahun lalu.

·         Transportasi Kereta Api
PT Kereta Api Indonesia mengungkapkan, jumlah pemudik 2011 yang menumpang Kereta Api hingga H-1 turun 13 persen, dibanding dengan tahun lalu. 
Menurut Humas Daerah Operasi 1 PTKA Mateta Rizalulhaq, penurunan tersebut disebabkan dua faktor, yakni faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal disebabkan adanya aturan pembatasan tiket kereta ekonomi Lebaran yang hanya dijual dengan kuota 150 tiket per gerbong. Hal itu berdasarkan penerepan keputusan Menteri Perhubungan Nomor 8 tahun 2001 pasal 10 ayat 1C, di mana penumpang ekonomi hanya boleh 150 tiket.
Sedangkan ekternal, menurutnya, karena banyak instansi tempat para pemudik bekerja menyediakan atau menggelar acara mudik bersama. Di samping itu, pemudik yang menggunakan kendaraan pribadi, baik motor maupun mobil juga meningkat.
Sementara itu, sejak H-7 sampai H-1 PTKA setidaknya telah menemukan 250 pelanggaran per hari penumpang KA yang akan berangkat tanpa disertai tiket, maupun kesalahan tanggal pemberangkatan.

·         Transportasi Pesawat
Posko Angkutan Lebaran Terpadu Kementerian Perhubungan mencatat, hingga H-1 atau Selasa 30 Agustus 2011, jumlah pemudik pengguna angkutan udara turun drastis dibanding hari-hari sebelumnya. Jumlahnya tercatat tinggal 49.579 penumpang.
"Angkutan udara dari H-7 naik terus, tetapi pada H-1 turun," kata Pengawas Harian Posko Terpadu Kemenhub Bambang Tjahjono, kepada VIVAnews.com di kantornya, Jakarta, Selasa, 30 Agustus 2011.
Menurut Bambang, dari 24 bandara yang dipantau, 23 sudah mengirim laporan hingga tengah malam tadi. "Hanya satu yang belum mengirimkan laporan untuk posisi H-1, yaitu El Tari-Kupang," ujarnya.
Berdasarkan data itu, jumlah penumpang berangkat dengan tujuan dalam negeri mencapai 114.803 orang. Angka ini turun 14,57 persen dibanding tahun lalu yang mencapai 134.386 orang. Penurunan ini juga cukup drastis jika dilihat dari data hari sebelumnya (H-2) yang mencapai 164.382, atau turun sebanyak 49.579 penumpang dibanding hari yang sama pada tahun lalu.
Rata-rata jumlah penumpang berangkat dengan tujuan dalam negeri pada mudik Lebaran 2011 mencapai 160 ribu penumpang setiap harinya. Pada puncak arus mudik di H-3, pengguna pesawat udara adalah sebanyak 172.146 penumpang.
Penurunan juga terjadi pada penumpang angkutan udara tujuan luar negeri. Dari pantauan di empat bandara--dari Soekarno-Hatta-Jakarta, Polonia-Medan, Ngurah Rai-Denpasar, dan Juanda-Surabaya--pada 29 Agustus 2011 hingga pukul 23.30, jumlah penumpang hanyalah 25.821. Ini menurun 24,86 persen dibanding tahun lalu, 34.362. Jumlah penumpang di hari sebelumnya juga merosot, dari 39.450 orang pada tahun lalu menjadi sebanyak 13.629 orang.
Rata-rata penumpang angkutan udara tujuan luar negeri pada arus mudik tahun ini setiap hari mencapai 32 ribu penumpang. Jumlah penumpang di puncak arus mudik pada H-2 Lebaran tercatat sebanyak 39.450 penumpang.


No comments:

Post a Comment