Judul Buku :
Filosofi Kopi
Oleh :
Wahid Sabillah
Pengarang :
Dewi "Dee" Lestari
Penerbit :
Gagas Media
Cetakan :
1 / Februari 2006
Tebal :
(xii) + 132 hal. 20.5 Cm
RESENSI
FILOSOFI kopi? Perlukah memahami
filsafat saat kita minum kopi? Atau adakah semacam konsep hubungan
transendental antara seorang peminum kopi dengan zat yang diminumnya? Atau
setiap jenis minuman memang memiliki filosofi? Andai benar terjadi, pertanyaan ini
bisa sangat memanjang dan kita siap-siap mengerutkan kening atau sengaja
menyisihkan waktu untuk memaknai sesuatu yang kita minum, dan dalam 'kasus' ini
adalah kopi.
Akan tetapi, sebenarnya kita tidak akan minum kopi. "Filosofi Kopi" adalah judul buku
buah karya Dewi (Dee) Lestari, sebuah kumpulan cerita dan prosa yang diterbitkan oleh Gagas Media bulan Februari 2006. Agaknya, selain menghasilkan novel trilogi Supernova (Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh; Akar; Petir), Dee juga menulis cerita pendek dan sejenisnya, yang berlangsung sepanjang satu dekade (sepuluh tahun, dari 1995 sampai dengan 2005). Sejumlah tulisannya itu (dalam buku Filosofi Kopi terhimpun 18 karya) mendapat komentar positif dari Goenawan Mohammad, yang petikan pengantarnya dicabtumkan dalam sampul buku: "Tidak ruwet, bahkan terang benderang; tak berarti tanpa isi yang menjentik kita untuk berpikir. Ada sebuah kata bahasa Inggris, wit, yang mungkin bisa diterjemahkan dengan ungkapan 'cerkas'. Kumpulan prosa ini menghidupkan yang cerkas dalam sastra Indonesia."
Filosofi Kopi, ketika membaca judulnya hanya sepintas, memang cukup unik, namun tidak
banyak orang – khususnya remaja – yang langsung jatuh hati lantas langsung membawanya ke kasir. Karena Dee memang penulis komunitas, yang dikenal oleh orang-orang penikmat sastra, sehingga sudah barang tentu sangat berbeda dengan kumpulan cerpen pop yang biasa disukai oleh remaja pada umumnya. Bahasa yang digunakan Dee memang ringan, tapi bukan Dee namanya jika membiarkan kalimat itu sederhana tanpa ornament khas sastra, ia telah sukses membuat banyak penggemarnya berpikir dalam Supernova, maka dalam penggarapan cerpennya ini, ia menyelipkan interpretasi yang membutuhkan usaha lebih dari sang pembaca untuk meluangkan waktu dua atau tiga kali membaca. Jadi wajar, jika kalangan remaja tingkat menengah kurang tertarik, karena karakter remaja memang lebih menyukai cerita instant pop sejenis Teenlit. Walau demikian, pesan yang ingin Dee sampaikan pada tiap lembar cerita yang disuguhkan, sesungguhnya sangat dekat dengan kehidupan dan remaja juga didalamnya.
Cerpen Filosofi Kopi (ditulis tahun 1996), merupakan cerita yang deskriptif, tentang dua lelaki yang
bersahabat dan sepakat membangun kedai kopi yang tidak biasa. Kedai Koffie Ben & Jody, itulah nama kafé yang menggunakan nama panggilan pemiliknya. Ben, sebagai ahli minuman kopi, sebelumnya telah melanglang ke seluruh penjuru dunia hanya untuk mempelajari ramuan kopi ternikmat dari kafe-kafe kelas dunia. Kemampuannya memahami setiap rasa kopi yang memiliki efek sensasi sesuai harapan peminumnya, membuat kedainya ramai dikunjuingi pelanggan, dan nama kedainya berganti menjadi Filosofi Kopi, Temukan Diri Anda di Sini. Tapi dalam setiap perjalanan sukses, selalu ada aral sebagai batu ujian. Suatu hari, seorang enterpreuner yang tidak menemukan tegukan kopi sebagai Wujud Kesempurnaan Hidup, telah membuat Ben menutup warungnya demi mencari ramuan itu. Perjuangan ini dilukiskan dengan bagus oleh Dee. Ia mencoba mengurasemosi dua sahabat dalam pelbagai peristiwa, yang meskipun berbeda haluan pemikiran, tetap dapat bersatu visi untuk melakukan bisnis bersama. Dan apa yang terjadi ketika seorang lelaki dari desa yang sangat 'culun' untuk sebuah suasana kafe memasuki kedai Ben dan Jody untuk mencicipi ramuan Ben's Perfecto? Jawaban lelaki Jawa yang 'ndeso' itu membuat Ben frustrasi. Seolah-olah, seluruh perjalanan panjangnya untuk mendapatkan rasa kopi terbaik di seluruh permukaan bumi jadi sia-sia, dinafikan oleh sepotong lidah laki-laki yang mungkin seumur hidupnya hanya merasakan 'kopi tiwus'. Ah, apa hebatnya 'kopi tiwus'? Lebih baik anda membaca sendiri.
Kelebihan:
Sampul bukunya sesungguhnya menarik, menyesuaikan judulnya: mengambil gagasan
kemasan biji kopi dengan label yang biasanya dibuat menggunakan kertas sampul coklat dan tera merk yang dihasilkan oleh teknis sablon atau cetak sederhana. Meski tulisan-tulisan itu pendek namun harus diakui, bahasanya begitu nyastra dan padat makna.
Kekurangan:
Keegoisan penulis untuk memaksakan kehendak dengan memasukkan tulisan-tulisan
pendeknya sungguh sebentuk pemaksaan kepada khalayak pembaca. Saya merasa terganggu oleh tulisan-tulisan tersebut. Secara tidak langsung hal itu memengaruhi rasa suka saya pada karya lainnya yang luar biasa, seperti Supernova dan Perahu Kertas yang berkualitas prima itu. “Mumpungisme” telah dipraktikkan oleh penulisnya. Seolah semua tulisan pasti disukai oleh pembaca.